JATIMZONE – Madura, pulau yang terletak di timur laut Jawa, seringkali identik dengan garam, karapan sapi, dan budaya yang kuat.
Namun, di balik identitas tersebut, Madura juga dikenal luas sebagai “Pulau Santri,” sebuah julukan yang melekat erat berkat kuatnya akar Islam dan banyaknya pondok pesantren yang tersebar di seluruh penjuru pulau.
Kisah penyebaran Islam di Madura adalah narasi panjang tentang dakwah damai, akulturasi budaya, dan peran sentral para ulama lokal yang berhasil mengukir identitas keislaman yang mendalam di hati masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mari kita telusuri jejak gemilang bagaimana cahaya Islam menyinari tanah Madura, mengubahnya menjadi salah satu pusat keilmuan Islam terkemuka di Nusantara.
Awal Mula Islam di Madura: Peran Perdagangan dan Wali Songo
Penyebaran Islam di Nusantara umumnya dimulai melalui jalur perdagangan pada abad ke-7 dan ke-8, namun perkembangaya pesat pada abad ke-13 hingga ke-16.
Madura, sebagai pulau strategis yang dilalui jalur pelayaran dan perdagangan, tentu tak luput dari pengaruh ini.
Para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan Gujarat seringkali berlabuh dan berinteraksi dengan masyarakat lokal, tidak hanya untuk berdagang, tetapi juga menyebarkan ajaran Islam secara perlahan.
Peran Wali Songo, khususnya Sunan Ampel dan Sunan Kudus, juga diyakini sangat signifikan, meskipun tidak selalu melalui kehadiran fisik secara langsung di Madura.
Murid-murid dan para utusan Wali Songo banyak yang datang ke Madura untuk berdakwah.
Salah satu tokoh awal yang kerap disebut dalam sejarah lokal adalah Syaikh Syarifuddin (dikenal juga sebagai Pangeran Angga Soka) dan putranya, Arya Wiraraja, yang kemudian menjadi penguasa Sumenep.
Meskipun Arya Wiraraja lebih dikenal sebagai tokoh politik pada masa Majapahit, keturunaya banyak yang memeluk Islam dan berperan besar dalam penyebaraya.
Keluarga bangsawan Sumenep, seperti Panembahan Sumolo, merupakan salah satu pelopor yang memeluk Islam dan kemudian menyebarkaya di lingkungan istana dan rakyatnya.
Proses ini berlangsung secara bertahap, kadang melalui pernikahan, diplomasi, dan juga melalui pengaruh figur ulama yang kharismatik.
Seiring berjalaya waktu, wilayah-wilayah kekuasaan di Madura seperti Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep mulai menerima Islam sebagai agama resmi dan agama mayoritas rakyatnya.
Strategi Dakwah yang Unik: Akulturasi Budaya dan Pendidikan Pesantren
Kisah penyebaran Islam di Madura tidak lepas dari strategi dakwah yang cerdas dan damai. Para ulama tidak serta-merta menghapuskan tradisi lokal, melainkan mengakulturasikaya dengan ajaran Islam.
Nilai-nilai Islam diintegrasikan ke dalam kebudayaan Madura yang sudah ada, menciptakan harmoni yang membuat Islam mudah diterima dan berakar kuat.
Contohnya adalah tradisi selamatan, peringatan hari besar, atau upacara adat yang kemudian diwarnai nuansa Islami.
Halaman : 1 2 Selanjutnya

























