JAKARTA – Bisnis ayam krispi lokal kian menggeliat, menjadi fenomena kuliner yang tak hanya memanjakan lidah masyarakat tetapi juga menjelma sebagai salah satu pilar penggerak ekonomi kerakyatan di berbagai wilayah Indonesia.
Berkat cita rasa otentik, harga terjangkau, dan jangkauan distribusi yang luas melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), ayam krispi domestik berhasil menarik hati jutaan konsumen, bersaing ketat dengan merek global, dan membuka jutaan lapangan usaha baru dalam beberapa tahun terakhir.
Popularitas ayam krispi lokal tidak lepas dari kemampuaya beradaptasi dengan selera dan daya beli masyarakat Indonesia. Berbeda dengan pemain besar yang cenderung mengikuti standar global, UMKM ayam krispi kerap menyajikan varian rasa yang lebih kaya, mulai dari pedas menyengat khas Nusantara hingga bumbu rempah tradisional yang meresap sempurna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keberadaan gerai-gerai kecil yang menjamur di setiap sudut kota dan desa membuktikan penetrasi pasar yang luar biasa, mengubah ayam krispi dari sekadar jajanan menjadi menu utama pilihan keluarga.
Dr. Lia Indraswari, M.Sc., seorang Pakar Ekonomi Kuliner dari Universitas Nusantara, menggarisbawahi peran strategis ayam krispi lokal dalam pertumbuhan ekonomi. “Fenomena ayam krispi lokal ini menunjukkan kekuatan ekonomi akar rumput. Dengan modal yang relatif terjangkau, siapa pun bisa memulai usaha ini. Dampaknya berantai, mulai dari penyerapan tenaga kerja lokal, permintaan bahan baku ayam dan rempah dari petani dan peternak domestik, hingga peningkatan transaksi di sektor transportasi dan logistik untuk distribusi,” jelas Dr. Lia.
“Ayam krispi lokal bukan hanya tentang makanan, tetapi juga tentang kemandirian ekonomi. Ini adalah contoh nyata bagaimana produk sederhana bisa menjadi motor penggerak ekonomi yang inklusif.”
— Dr. Lia Indraswari, M.Sc., Pakar Ekonomi Kuliner
Salah satu kisah sukses datang dari Pak Budi Santoso, pemilik “Ayam Krispi Juara” yang kini memiliki lebih dari 30 cabang di Jabodetabek. Memulai usahanya delapan tahun lalu dari sebuah gerobak sederhana di pinggir jalan, Pak Budi awalnya hanya mengandalkan resep keluarga turun-temurun. “Awalnya berat sekali, bersaing dengan merek besar yang punya modal dan promosi masif. Tapi saya yakin, rasa otentik dan harga yang bersahabat akan jadi pembeda,” kenang Pak Budi.
Halaman : 1 2 Selanjutnya


























