SURABAYA, – Kasus dugaan korupsi kredit fiktif di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (Bank Jatim) senilai Rp549,5 miliar memasuki babak baru. Persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menarik perhatian publik setelah nama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, disebut dalam keterangan saksi.
Sorotan terhadap kasus ini semakin tajam setelah Koordinator Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim), Musfiq, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Pusat Bank Jatim, Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, Rabu (8/10/2025). Dalam aksinya, ia mendesak Kejaksaan Tinggi Jakarta untuk memanggil dan memeriksa Gubernur Jatim serta seluruh jajaran direksi dan komisaris Bank Jatim periode 2019–2025.
Menurut Musfiq, fakta-fakta yang terungkap di persidangan mengindikasikan adanya keterlibatan pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar dalam proses pencairan kredit yang diduga fiktif tersebut. Ia menyebutkan, Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Jatim, yang dijabat oleh Gubernur Jawa Timur, semestinya ikut dimintai klarifikasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Fakta di persidangan sangat terang benderang. Kredit fiktif yang diajukan oleh PT Indi Daya Group milik Bun Sentoso dicairkan tanpa melengkapi syarat resmi, bahkan terkesan tergesa-gesa dan ada tekanan agar segera cair,” ujar Musfiq saat aksi berlangsung.
Ia mengutip kesaksian salah satu karyawan Bank Jatim, Febry Yulianti, yang disebut dalam persidangan. Dalam kesaksiannya, nama Gubernur Jatim diduga masuk dalam lingkaran komunikasi dengan Bun Sentoso, pihak penerima kredit.
“Saksi bahkan menyebut Gubernur Jatim ‘takut’ terhadap Bun Sentoso dan bisa ditekan jika pinjaman tidak segera dicairkan. Jika benar demikian, ini sangat serius. Apalagi ada dugaan dana kredit tersebut mengalir ke kepentingan politik pada Pilkada Jawa Timur 2024,” tambahnya.
Kasus ini berawal dari pencairan kredit senilai Rp549,5 miliar yang diajukan PT Indi Daya Group menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) palsu sebagai jaminan proyek strategis BUMN. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp299,39 miliar.
Halaman : 1 2 Selanjutnya